Keluar dari Sangkar Emas



Dunia dan isinya ini ibarat sebuah buku, sangat kaya akan pengetahuan. Bagi Para pelajar atau mahasiswa yang cuma belajar di kelas dan mengurung diri dapat diibaratkan hanya baca satu bab saja. Tetapi bagi pelajar atau mahasiswa yang mau melakukan perjalanan, alias mencari tambahan perbendaharaan pengetahuan ke suatu tempat lain diibaratkan dapat membaca seluruh halaman dalam buku tersebut.

Itulah yang mendorong Guru besar di fakultas ekonomi Universitas Indonesia (UI) Prof. Rhenald Kasali, Ph.D mengirim mahasiswa-mahasiswanya pergi ke luar negeri. Bukan bergerombol, tetapi kali ini harus sendiri-sendiri pada setiap negara yang berbeda. Tanpa orang tua, saudara, kenalan atau jemputan. Pokoknya pergilah ke tempat yang jauh dan cari uang sendiri. Kalau dulu dosennya yang subsidi, kini mereka harus cari sendiri. Dan ajaib, dengan segala keterbatasan semua bisa pergi.

Harus diakui, generasi baru Indonesia adalah generasi service. Mereka dibesarkan dengan service yang dibeli orang tuanya yang bekerja. Yang punya uang sedikit membesarkan dengan pembantu rumah tangga. Yang lebih sejahtera, membeli jasa baby sitter. Bahkan untuk belajar pun, mereka didampingi guru-guru les yang bisa disewa orang tua. Pergi keluar negeri pakai travel. Urus paspor saja pakai calo. Akibatnya anak-anak kurang kaya potensi dan kemandirian. Maka mengirim mereka keluar dari sangkar emas adalah sebuah kebutuhan.

Orang Tua Jangan Membelenggu

Rhenald Kasali pun tertegun, dikarenakan mahasiswa usia 19-20 tahun yang dibimbingnya ternyata punya nyali yang besar untuk menembus berbagai rintangan. Seorang mahasiswanya menembus perbatasan Thailand dan tinggal bersama para biksu di Laos. Yang lainnya tinggal di Myanmar. Bahkan ada yang kesasar di Turki, India dan New Zealand. Ada yang sampai Belgia, Jerman dan seterusnya.

Kita orang tua seringkali khawatir, bahkan khawatir yang berlebihan. Kita khawatir anak-anak akan menderita di masa depan, maka kita pun memberikan segala yang mereka butuhkan. Padahal mereka bisa mencari sendiri. Bahkan kalau mereka sudah mendapatkan semua, mereka akan mencari apalagi?

Semuanya kesasar dan semuanya belajar. Prinsip orang bekerja adalah berpikir, namun kalau setiap hari melakukan hal yang rutin atau dibimbing orang lain, maka manusia punya kecenderungan menjadi "penumpang" bagi orang lain dan tidak berpikir lagi. Namun di lain pihak, orangtua juga punya tendensi mengawal dan menuntun anak secara berlebihan. Anak-anak yang berusia dewasa dilarang bepergian sendirian. Kekuatiran sangat berlebihan. Padahal di Vietnam, Thailand, Bali dan Laos, anak-anak yang dibawah bimbingan Rhenal Kasali bertemu dengan mahasiswa asing yang sudah berkelana pada usia yang jauh lebih muda.

Sangat sedikit orangtua yang menyadari bahwa anak-anak mereka punya potensi yang sangat besar untuk menjadi sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan. John Maxwell mengatakan, kalau saja manusia bisa membangunkan 25 persen dari potensi yang ia miliki, maka ia sudah bisa disebut sebagai genius. Jadi bisa dibayangkan kalau Albert Einstein saja baru mengoptimalkan sebanyak 25 persen dari potensinya, berapa persen yang dioptimalkan kita yang biasa mengandalkan orang lain, menjadi penumpang atau menjalani kehidupan dengan belenggu yang dibuat orang tua?

Para Pelajar atau mahasiswa mengatakan, bukan mereka yang tak ingin, melainkan terlalu banyak kekhawatiran dan larangan dari orangtua yang membuat mereka takut menjelajahi alam semesta dan dunia ini.

"Kalau saja orangtua mau memberi ruang dan kepercayaan pada anak-anaknya, maka saya percaya mereka bisa membaca lebih dari sekedar kata pengantar atau Pendahuluan dari sebuah buku. Travelling adalah salah satu caranya". Demikian yang dikatakan Rhenald Kasali.

Sumber Literatur: - Jawa Pos 18 Juni 2013, oleh Rhenald Kasali

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes